Konsultan Pajak Batam – Arsitek adalah seseorang yang melakukan Praktik Arsitek, yaitu penyelenggaraan kegiatan untuk menghasilkan karya Arsitektur. Pada dasarnya, Layanan Praktik Arsitek dapat berupa penyediaan jasa profesional terkait dengan penyelenggaraan kegiatan Arsitek maupun dilakukan secara bersama dengan profesi lainnya.
Lingkup layanan praktik arsitek meliputi:
- penyusunan studi awal arsitektur;
- perancangan bangunan gedung dan lingkungannya;
- pelestarian bangunan gedung dan lingkungannya;
- perancangan tata bangunan dan lingkungannya; dan/atau
- penyusunan dokumen perencanaan teknis.
Layanan praktik arsitek yang dapat dilakukan secara bersama dengan profesi lainnya meliputi:
- perencanaan kota dan tata guna lahan;
- manajemen proyek dan manajemen konstruksi;
- pendampingan masyarakat; dan/atau
- konstruksi lain.
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 TAHUN 2008.
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan
- Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2017 tentang Arsitek
- Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 147/PMK.03/2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Wajib Pajak dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak serta Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 Tentang Batasan Pengusaha Kecil PPN sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 197/PMK.03/2017
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 243/PMK.03/2014 Tentang Surat Pemberitahuan (SPT) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 9/PMK.03/2018
- Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 258/PMK.03/2008 Tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 Atas Penghasilan Dari Penjualan Atau Pengalihan Saham Sebagaimana Dimaksud Dalam Pasal 18 Ayat (3c) Undang-Undang Pajak Penghasilan Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
- Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 Tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi
- Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 Tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto
- Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
- Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagai arsitek berupa imbalan hasil kerja atas layanan praktik arsitek baik dalam hal penyediaan jasa professional terkait dengan penyelenggaraan kegiatan arsitek maupun Layanan Praktik Arsitek yang dilakukan secara bersama dengan profesi lainnya.
- Penghasilan selain dari pekerjaan bebas yaitu:
- Penghasilan dari kegiatan usaha misalnya penghasilan dari Toko, memiliki Pom Bensin
- Penghasilan dalam negeri lainnya yang bersifat tidak finala. komisi, hadiah atau imbalan lain, misalnya Arsitek mendapatkan komisi terkait dengan jasa perantara;
- royalti, misalnya Arsitek mendapatkan royalti atas hak paten yang ditemukan;
- sewa harta selain tanah/bangunan, misalnya menyewakan Truk;
- penghargaan dan hadiah, misalnya penghasilan dari Lomba pertandingan/kuis;
- keuntungan dari penjualan/pengalihan harta, misalnya keuntungan dari penjualan mobil, motor, kapal dsb;
- Penghasilan dalam negeri yang dikenakan PPh yang bersifat final
- Penghasilan luar negeri.
Secara umum hak Arsitek sebagai wajib pajak meliputi:
- Wajib pajak mempunyai hak untuk mendapat kembali kelebihan pembayaran pajak yang dibayar atau yang telah dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang
- Dalam hal dilakukan pemeriksaan Wajib Pajak berhak:
- Meminta Surat Perintah Pemeriksaan
- Melihat tanda pengenal Pemeriksa
- Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan
- Meminta rincian perbedaan antara hasi pemeriksaan dan SPT
- Untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan
- Hak untuk mengajukan keberatan, banding dan peninjauan kembali
- Hak kerahasiaan bagi Wajib Pajak yaitu:
- SPT, Laporan Keuangan dan Dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak
- Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia
- Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan Wajib Pajak yang berlaku
- Hak untuk penundaan pembayaran
- Hak untuk pengangsuran pembayaran
- Hak untuk penundaan pelaporan SPT Tahunan
- Hak untuk pengurangan PPh Pasal 25
- Hak untuk pengurangan PBB
- Hak untuk pembebasan Pajak
- Hak untuk pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak
- Hak untuk mendapat pajak ditanggung pemerintah
- Hak untuk mendapatkan insentif pajak
Sebagai wajib pajak dalam negeri, Arsitek memiliki kewajiban sebagai berikut:
- Mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak dan apabila peredaran usaha lebih dari 4.8 Milyar dalam satu Tahun Pajak, Arsitek wajib melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
- Kewajiban pembayaran, pemotongan/pemungutan dan pelaporan pajak
- Melakukan pembayaran PPh Pasal 25 atas Penghasilan atau pendapatan yang diterima selama Tahun Pajak berlangsung.
- Melakukan pemotongan atas PPh Pasal 21 apabila memiliki karyawan.
- Melakukan pemotongan atas PPh Pasal 4 ayat 2 apabila Arsitek sebagai penyewa dengan pemilik tempat adalah Orang Pribadi serta ditunjuk sebagai pemotong.
- Menyampaikan Surat Pemberitahun SPT PPh OP Formulir 1770.
- Arsitek sebagai wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas diwajibkan untuk melakukan pembukuan, apabila Arsitek memiliki penghasilan dibawah Rp 4.8 Milyar maka diperbolehkan untuk memilih menggunakan pencatatan.
- Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21.
- Memungut, menyetor, dan menyampaikan SPT Masa PPN apabila telah dikukukan sebagai PKP.
CatatanTidak termasuk dari penghasilan dari usaha yang dikenai PPh bersifat Final atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP OP dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas. Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas termasuk tenaga ahli yang melaku¬kan pekerjaan bebas yang terdiri dari pengacara, akuntan, Arsitek, dokter, kosultan, notaris, PPAT, aktuaris.
Dasar Penghitungan Penghasilan Netto:
- Arsitek yang menggunakan pembukuan maka penghitungannya penghasilan nettonya adalah:
Penghasilan Netto= Penghasilan Bruto – Biaya Usaha
Biaya usaha adalah biaya-biaya yang digunakan sehubungan dengan mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. - Arsitek yang menggunakan pencatatan, tata cara penghitungan penghasilan netto adalah sebagai berikut:
Penghasilan Netto= Norma x Penghasilan Bruto
Penghasilan netto ini dikurangi PTKP akan diperoleh Penghasilan Kena Pajak, selanjutnya dengan mengalikan PKP dengan tariff PPh Pasal 17 Orang Pribadi sebagaimana tabel di bawah ini, akan didapatkan nilai PPh terutang:
Lapisan Penghasilan Kena PajakTarif PajakSampai dengan Rp 50.000.000,-5%di atas Rp 50.000.000,- sampai dengan Rp 250.000.000,-15%di atas Rp 250.000.000,- sampai dengan Rp 500.000.000,-25%di atas Rp 500.000.000,-30% - Atas jasa Arsitektur, pemberi kerja harus melakukan pemotongan PPh 21 atas tenaga ahli.
- Apabila Arsitek menerima/memperoleh penghasilan semata-mata dari satu pemberi penghasilan yang bersifat berkesinambungan maka pemotongannya adalah sebagai berikut:
DPP = (Penghasilan X 50%) – PTKP Per Bulan
PPh Terutang = DPP X Tarif Pajak - Apabila Arsitek menerima/memperoleh penghasilan yang tidak bersifat berkesinambungan atau menerima penghasilan yang berkesinambungan dan mempunyai penghasilan lain maka pemotongannya sebagai berikut:
DPP = (Penghasilan X 50%)
PPh Terutang = DPP X Tarif Pajak
- Apabila Arsitek menerima/memperoleh penghasilan semata-mata dari satu pemberi penghasilan yang bersifat berkesinambungan maka pemotongannya adalah sebagai berikut:
- Arsitek akan mendapatkan bukti potong PPh Pasal 21 tersebut yang dapat dipergunakan sebagai kredit pajak untuk mengurangi PPh yang harus dibayar pada SPT Tahunan.
- Apabila pemberi kerja menggunakan Arsitek Asing maka pemberi kerja diwajibkan untuk melakukan pemotongan PPh Pasal 26 dengan tarif pajak 20% atau dengan tarif sesuai dengan tax treaty yang berlaku.
- Apabila Arsitek memberikan jasa ke luar negeri, maka bukti potong atas penghasilan jasa luar negeri dapat dikreditkan selama sesuai dengan peraturan perpajakan.
Kasus 1
Tuan Hafiz Karim adalah seorang Arsitek pada bulan Maret 2017 menerima Fee sebesar Rp 30.000.000 dari PT Pembangunan Perumahan sebagai imbalan pemberian jasa atas desain rumah proyek Bougenville Estate. Bapak Hafiz menerima bukti potong PPh Pasal 21 sebagai berikut :
Rp 30.000.000 X 50% x 5% = Rp 750.000
Selama Tahun 2019, Tuan Hafiz Karim memperoleh penghasilan sebagai berikut:
a | Desain Rumah proyek Bougenville | Rp30.000.000,00 |
b | Desain Apartemen Nona Dewi | Rp120.000.000,00 |
c | Desain Rumah Tinggal Tuan Doni | Rp50.000.000,00 |
Untuk Desain Apartemen Nona Dewi dan Tuan Doni tidak mendapatkan Bukti Potong karena pemberi kerja adalah wajib pajak orang pribadi.
Besarnya PPh terutang yang masih harus dibayar Tn Hafiz Karim adalah sebesar:
Penghasilan Bruto | Rp200.000.000,00 |
Norma Penghitungan Penghasilan Netto | |
50% x Penghasilan Bruto | |
Penghasilan Netto | Rp100.000.000,00 |
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) TK/0 | Rp 54.000.000,00 |
Penghasilan Kena Pajak (PKP) | Rp 46.000.000,00 |
Tarif 5% | Rp 2.300.000,00 |
Kredit PPh 21 | Rp 750.000,00 |
PPh yang harus dibayar | Rp 1.550.000,00 |
Kasus 2
Anissa adalah Arsitek yang berkantor di Ibukota Jakarta. Anissa memiliki status TK/0, selama tahun 20×8 peredaran bruto dari profesinya sebagai Arsitek adalah sebesar Rp4.250.000.000,00 (empat miliar dua ratus lima puluh juta Rupiah). Annisa telah mengangsur PPh Pasal 25 sebesar Rp5.225.300,00 per bulan, dengan total selama tahun 2018 sebesar Rp62.704.000,00. Annisa memiliki bukti potong PPh Pasal 21 atas penghasilan yang telah dipotong oleh kliennya sebesar Rp52.500.000,00. Besarnya PPh terutang yang masih harus dibayar oleh Annisa adalah sebesar:
A. | Peredaran Bruto | Rp4.250.000.000,00 |
B. | Persentase NPPN | 50% |
C. | Penghasilan Netto (huruf A x huruf B) | Rp2.125.000.000,00 |
D. | Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) TK/0 | Rp54.000.000,00 |
E. | Penghasilan Kena Pajak (huruf C – huruf D) | Rp2.071.000.000,00 |
F. | PPh terutang Tarif Pasal 17 UU PPh: | |
5% x Rp50.000.000,00= Rp2.500.000,00 | ||
15% x Rp200.000.000,00 = Rp30.000.000,00 | ||
25% x Rp250.000.000,00 = Rp62.500.000,00 | ||
30% x Rp1.571.000.000,00 = Rp471.300.000,00 | Rp471.300.000,00 | |
G. | Kredit Pajak: | |
1. Angsuran PPh Pasal 25: Rp62.704.000,00 | ||
2. PPh Pasal 21yang sudah dipotong: Rp52.500.000,00 | ||
Total Kredit Pajak | Rp115.204.000,00 | |
H. | PPh terutang Pasal 29 (huruf F – huruf G) | Rp356.096.000,00 |
PPh Pasal 29 tersebut wajib dibayarkan oleh Annisa sebelum Annisa menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh-nya.
Kasus 3
Himawan adalah Arsitek yang berkantor di Ibukota Jakarta. Himawan memiliki status K/2, selama tahun 20×8 peredaran bruto fiskal dari profesinya sebagai Arsitek adalah sebesar Rp5.250.000.000,00 (lima miliar dua ratus lima puluh juta Rupiah) dan karenanya Himawan menyelenggarakan pembukuan. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilannya (biaya 3M) selama tahun 20×8 yang dapat menjadimengurang peredaran bruto fiskal adalah sebesar Rp2.000.511.000,00 (dua miliar lima ratus sebelas ribu Rupiah). Himawan telah mengangsur PPh Pasal 25 sebesar Rp5.225.300,00 perbulan, total selama tahun 20×8 sebesar Rp62.704.000,00. Himawan memiliki bukti potong PPH Pasal 21 atas penghasilan yang telah dipotong oleh kliennya sebesar Rp52.500.000,00. Besarnya PPh terutang yang masih harus dibayar oleh Himawan adalah sebesar :
A. | Peredaran Bruto Fiskal | Rp5.250.000.000,00 |
B. | Biaya 3M | Rp2.000.511.000,00 |
C. | Penghasilan Netto Fiskal (huruf A – huruf B) | Rp3.249.489.000,00 |
D. | Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) | |
1. Wajib Pajak Rp54.000.000,00 | ||
2. Wajib Pajak Kawin Rp4.500.000,00 | ||
3. Anak 2 Orang Rp9.000.000,00 | ||
Total PTKP | Rp67.500.000,00 | |
E. | Penghasikan Kena Pajak (huruf C – huruf D) | Rp3.181.989.000,00 |
F. | PPh terutang Tarif Pasal 17 UU PPh: | |
5% x Rp50.000.000,00 = Rp2.500.000,00 | ||
15% x Rp200.000.000,00 = Rp30.000.000,00 | ||
25% x Rp250.000.000,00 = Rp62.500.000,00 | ||
30% x Rp2.681.989.000,00 = Rp804.596.700,00 | Rp899.596.000,00 | |
G. | Kredit Pajak Kredit Pajak: | |
1. Angsuran PPh Pasal 25: Rp62.704.000,00 | ||
2. PPh Pasal 21yang sudah dipotong: Rp52.500.000,00 | ||
Total Kredit Pajak | Rp115.204.000,00 | |
H. | PPh terutang Pasal 29 (huruf F – huruf G) | Rp784.392.000,00 |
PPh Pasal 29 tersebut wajib dibayarkan oleh Himawan sebelum menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) PPh-nya.
Sumber : www.pajak.go.id
Konsultasikan keluhan keuangan bisnis anda pada kami, siap membantu apapun kendala keuangan anda. Kami menyediakan berbagai macam jasa keuangan diantaranya :
- Jasa Pembukuan dan Jasa Akuntansi
- Jasa Penyusunan Laporan Keuangan
- Jasa Audit
- Jasa Konsultasi Manajemen & Keuangan
- Jasa Konsultasi Perpajakan / Pelayanan Pajak
- Penjualan Software Accounting & Kasir (POS) Offline dan Online
- Jasa Pelatihan (Training Akuntansi dan Software Akuntansi / Kasir)
KANTOR JASA AKUNTANSI BATAM
KANTOR KONSULTAN PAJAK BATAM
KONSULTAN PAJAK BATAM
KANTOR AKUNTAN PUBLIK BATAM
KONSULTAN KEUANGAN BATAM
SOFTWARE AKUNTANSI BATAM
SOFTWARE ACCOUNTING BATAM
SOFTWARE KASIR BATAM
SOFTWARE POS BATAM
PT. LADFANID KONSULTINDO BATAM
JASA PEMBUKUAN BATAM
JASA PERPAJAKAN BATAM
JASA AKUNTANSI BATAM