Konsultan Pajak Batam – Apakah artis juga Wajib Pajak?
Pada prinsipnya ya sepanjang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
Apakah artis juga harus membayar pajak dan berapa besarnya akan diulas dalam tulisan ini.
Bagaimana jika artis adalah seorang anak yang belum dewasa?
Dalam hal ini kita dapat merujuk setidaknya kepada dua ketentuan. Pertama, penjelasan Pasal 8 UU PPh yang menyebutkan bahwa sistem pengenaan pajak berdasarkan Undang-Undang ini menempatkan keluarga sebagai satu kesatuan ekonomis, artinya penghasilan atau kerugian dari seluruh anggota keluarga digabungkan sebagai satu kesatuan yang dikenai pajak dan pemenuhan kewajiban pajaknya dilakukan oleh kepala keluarga. Kedua, penjelasan Pasal 8 ayat (4) yang menyatakan bahwa penghasilan anak yang belum dewasa dari mana pun sumber penghasilannya dan apa pun sifat pekerjaannya digabung dengan penghasilan orangtuanya dalam tahun pajak yang sama. Apabila seorang anak belum dewasa, tetapi orangtuanya telah berpisah, menerima atau memperoleh penghasilan, pengenaan pajaknya digabungkan dengan penghasilan ayah atau ibunya berdasarkan keadaan sebenarnya.
Sejauh ini belum ada peraturan perpajakan yang mendefinisikan pengertian artis. Pengertian artis menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ahli seni; seniman, seniwati (seperti penyanyi, pemain film, pelukis, pemain drama). Seniman sendiri memiliki makna sebagai orang yang mempunyai bakat seni dan berhasil menciptakan dan menggelarkan karya seni (pelukis, penyair, penyanyi, dan sebagainya). Apabila mengacu kepada definisi KBBI di atas makaartisadalah orang pribadi dan oleh karena itu dalam kacamata perpajakan seseorang yang berprofesi artis adalah Wajib Pajak Orang Pribadi.
- Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999); (UU KUP)
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893); (UU PPh)
- Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu; (PP No.23 Tahun 2018)
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto; (PER-17/PJ/2015)
- Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi.
UU PPh menyebutkan dalam pasal 1 bahwa Pajak Penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Sedangkan dalam pasal 4 disebutkan bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Berdasarkan jenis kegiatannya penghasilan dapat dibagi menjadi 4:
- Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas;
- Penghasilan dari usaha dan kegiatan;
- Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan
- Penghasilan lain-lain.
Terkait profesi artis, secara umum dapat disimpulkan bahwa profesi ini merupakan penghasilan dari pekerjaan bebas. Sehubungan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, secara umum penghasilan dari pekerjaan bebas bukan objek PPh Final berdasarkan PP ini.
Namun yang perlu diperhatikan, bila Artis memiliki penghasilan sehubungan dengan kegiatan usaha, maka kegiatan usaha ini dapat menggunakan skema PPh Final sebagaimana PP No. 23 Tahun 2018.
Berikut ini akan diuraikan penggolongan objek pajak yang biasanya dimiliki oleh seorang artis.
Penghasilan Dari Jasa Sehubungan Dengan Pekerjaan Bebas
Dalam PP No. 23 Tahun 2018 diatur bahwa:
- Pasal 2 ayat (3) huruf a, tidak termasuk penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
- Pasal 2 ayat (4) huruf b, jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi: huruf a, pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
Dengan demikian, penghasilan yang diterima atau diperoleh Artis dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas bukan merupakan objek Pajak Penghasilan Final dalam PP No. 23 Tahun 2018, sehingga dalam penghitungan pajaknya akan menggunakan Tarif Pasal 17 UU PPh.
Penghasilan Sehubungan Dengan Kegiatan Usaha
Selain penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, beberapa kategori artis yang memproduksi dan menjual barang-barang seni seperti pelukis, pemahat, pematung dan sejenisnya dapat memperoleh penghasilan atas penjualan barang seni tersebut.
Sehingga berdasarkan PP no. 23 Tahun 2018, atas penghasilan dari kegiatan usaha tersebut dapat dikenakan PPh Final sesuai PP No. 23 Tahun 2018 atau menggunakan perhitungan tarif Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008, tergantung dari jumlah peredaran bruto dalam 1 tahun pajak dan pilihan dari artis itu sendiri. Demikian juga untuk kegiatan usaha lainnya selain barang seni yang dimiliki oleh artis tersebut.
Misal, artis memiliki usaha penjualan kue atau salon. Atas kegiatan usaha tersebut, dapat dikenakan PPh final sesuai dengan PP 23 untuk omzet dari penjualan kue atau salon tidak lebih dari 4,8 miliar.
Penghasilan Sehubungan Pekerjaan, Jasa Dan/Atau Kegiatan Dari Pemberi Kerja / Pihak Yang Ditunjuk Sebagai Pemotong Atau Pemungut Pajak
Artis juga dapat memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan/atau kegiatan dari pemberi kerja yang merupakan objek pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana tertuang dalam penjelasan pasal 21 ayat (1) huruf a Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 dikategorikan sebagai Bukan Pegawai yang objek penghasilannya berupa honorarium dari pemberi kerja.
Penghasilan Sebagaimana Yang Dimaksud Dalam Pasal 23 UU No. 36 Tahun 2008, Misalnya Dalam Bentuk Royalti.
Dalam Pasal 23 UU No. 36 Tahun 2008 disebutkan bahwa :
Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan.
Selanjutnya, sebagaimana dijelaskan dalam Penjelasan Pasal 4 ayat (1) Huruf H UU 36 Tahun 2008: Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas: Penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/ industrial atau hak serupa lainnya;
Dalam hal Artis memperoleh Royalti atas transaksi dengan pihak-pihak sebagaimana tersebut di atas, maka Artis akan dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dan bersifat tidak final.
Hak profesi artis pada dasarnya mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Hak-hak dimaksud antara lain:
- Wajib Pajak dapat melakukan pembetulan Surat Pemberitahuan sepanjang belum dilakukan verifikasi dalam rangka penerbitan surat ketetapan pajak, pemeriksaan, atau pemeriksaan bukti permulaan.
- Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu surat ketetapan pajak atau pemotongan atau pemungutan pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan pajak atau tanggal pemotongan atau pemungutan pajak.
- Wajib Pajak dengan kriteria tertentu atau dengan persyaratan tertentu yang mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Direktur Jenderal Pajak, diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak paling lama 3 (tiga) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Penghasilan dan paling lama 1 (satu) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap untuk Pajak Pertambahan Nilai.
- Hak mendapatkan pelayanan yang adil di bidang perpajakan.
- Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu, wajib pajak dapat memilih untuk dikenai pajak penghasilan berdasarkan tarif pasal 17 Undang Undang Pajak Penghasilan.
Kewajiban wajib pajak profesi artis secara umum pada dasarnya sama dengan wajib pajak yang lain, yaitu mendaftar, menghitung, menyetor dan melapor yang secara lebih detail meliputi:
- Setiap Wajib Pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak.
- Setiap Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai, wajib melaporkan usahanya pada kantor Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan Pengusaha, dan tempat kegiatan usaha dilakukan untuk dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak.
- Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. Khusus bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diperbolehkan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, tidak wajib menyelenggarakan pembukuan, tetapi wajib melakukan pencatatan.
- Setiap Wajib Pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan hurut Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikan Surat Pemberitahuan ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
- Penghasilan dari jasa sehubungan dengan Pekerjaan Bebas
( Ph. Neto Fiskal – PTKP ) x Tarif Pasal 17
Untuk memperoleh Ph. Neto Fiskal, dapat dilakukan dengan 2 cara berikut:- Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembukuan:
Penghasilan Bruto – Biaya -/+ Koreksi Fiskal - Dalam hal Wajib Pajak melakukan pencatatan:
Penghasilan Bruto x Norma Penghitungan Penghasilan Netto (PER-17/PJ/2015)
- Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembukuan:
- Penghasilan sehubungan dengan kegiatan usaha
- Dalam hal Wajib Pajak dikenakan PPh Final sesuai PP No. 23 Tahun 2018
Peredaran Bruto x Tarif PPh Final 0,5% - Dalam hal Wajib Pajak dikenakan PPh sesuai Tarif Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008
( Ph. Neto Fiskal – PTKP ) x Tarif Pasal 17
Untuk memperoleh Ph. Neto Fiskal, dapat dilakukan dengan 2 cara berikut:- Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembukuan:
Peredaran Bruto – Biaya -/+ Koreksi Fiskal - Dalam hal Wajib Pajak melakukan pencatatan:
Peredaran Bruto x Norma Penghitungan Penghasilan Netto (PER-17/PJ/2015)
- Dalam hal Wajib Pajak melakukan pembukuan:
- Dalam hal Wajib Pajak dikenakan PPh Final sesuai PP No. 23 Tahun 2018
- Penghasilan sehubungan pekerjaan, jasa dan/atau kegiatan dari Pemberi Kerja / Pihak yang ditunjuk sebagai pemotong atau pemungut pajak
- Dalam hal Wajib Pajak dikenakan PPh sesuai Tarif Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008
- Imbalan yang bersifat tidak berkesinambungan
( Penghasilan Bruto x 50% ) x Tarif Pasal 17 - Imbalan yang bersifat berkesinambungan
Definisi: imbalan kepada Bukan Pegawai yang dibayar atau terutang lebih dari satu kali dalam satu tahun kalender sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
Dalam perhitungannya, dapat dibedakan menjadi:- Hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya
( 50% dari Jumlah kumulatif Ph. Bruto – PTKP per bulan) ) x Tarif Pasal 17 - Memperoleh penghasilan lainnya selain dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta memperoleh penghasilan lainnya
50% dari Jumlah kumulatif Ph. Bruto x Tarif Pasal 17
- Hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya
- Imbalan yang bersifat tidak berkesinambungan
- Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. Per-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi, imbalan kepada Bukan Pegawai dapat dibagi menjadi:
- Dalam hal Wajib Pajak dikenakan PPh sesuai Tarif Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008
- Andai artis memperoleh penghasilan berupa royalti sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 UU No. 36 Tahun 2008 dikenakan tarif 15% x Penghasilan Bruto
Tama adalah Orang Pribadi yang berdomisili di Jakarta dengan status PTKP K/I/1 berprofesi sebagai pelukis dengan peredaran usaha pada tahun sebelumnya adalah Rp. 1.000.000.000,- dan memilih menggunakan pencatatan.
Pada tahun 2019, Tama beserta keluarga:
1. Omzet hasil penjualan lukisannya senilai Rp. 600.000.000,- dengan rincian per bulan sebagai berikut:
Bulan | Penghasilan |
Januari | Rp60.000.000 |
Februari | Rp30.000.000 |
Maret | Rp40.000.000 |
April | Rp60.000.000 |
Mei | Rp30.000.000 |
Juni | Rp20.000.000 |
Juli | Rp40.000.000 |
Agustus | Rp50.000.000 |
September | Rp20.000.000 |
Oktober | Rp70.000.000 |
November | Rp100.000.000 |
Desember | Rp80.000.000 |
2. Istri dari Tama bernama Ria juga memperoleh penghasilan dari profesinya sebagai artis film layar lebar televisi senilai Rp. 500.000.000,-. Dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, istri Tama memilih untuk digabungkan dengan penghasilan Tama sebagai satu kesatuan ekonomis. Adapun rincian penghasilan yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Bulan | Penghasilan | Rumah Produksi |
Januari | Rp50.000.000 | PT. Nauli Kreasi |
Mei | Rp100.000.000 | PT. Indo Berkarya |
Agustus | Rp175.000.000 | PT. Gemilang Film |
November | Rp175.000.000 | PT. Creative Jaya |
3. Selain itu, anak dari Tama bernama Andi yang berusia 2 Tahun juga membintangi sinetron sebanyak 2 episode dengan pembayaran untuk masing-masing episode senilai Rp. 2.500.000,- dan dibayarkan pada bulan Juli dan September.
Atas penghasilan yang diperoleh oleh keluarga Tama tersebut, bagaimana perlakuan perpajakannya dan PPh yang terutang?
1. Sebagaimana dijelaskan pada PP No. 23 Tahun 2018, Tama dapat memilih menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto atau PPh Final senilai 0,5%
Dengan Tama memilih menggunakan PPh Final sesuai PP No. 23 Tahun 2018
Maka PPh Final terutang atas penjualan lukisan:
Bulan | Penghasilan | PPh Final |
Januari | Rp60.000.000 | Rp300.000 |
Februari | Rp30.000.000 | Rp150.000 |
Maret | Rp40.000.000 | Rp200.000 |
April | Rp60.000.000 | Rp300.000 |
Mei | Rp30.000.000 | Rp150.000 |
Juni | Rp20.000.000 | Rp100.000 |
Juli | Rp40.000.000 | Rp200.000 |
Agustus | Rp50.000.000 | Rp250.000 |
September | Rp20.000.000 | Rp100.000 |
Oktober | Rp70.000.000 | Rp350.000 |
November | Rp100.000.000 | Rp500.000 |
Desember | Rp80.000.000 | Rp400.000 |
Sehingga, PPh Final yang harus dibayarkan oleh Tama adalah Rp. 3.000.000,-
2. Atas penghasilan Ria sebagai pemain film layar lebar, yang didefinisikan sebagai jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, maka dalam menghitung Penghasilan Nettonya adalah dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto dengan Klasifikasi Usaha dengan Nomor KLU 90002 (Kegiatan Pekerja Seni) sebagaimana dimaksud Per-17/PJ/2015.
Adapun untuk Norma Penghitungan Penghasilan Netto atas KLU tersebut untuk daerah Jakarta adalah 50%.
Maka, Penghasilan Netto atas penghasilan Ria adalah sebagai berikut :
50% x 500.000.000,- = Rp. 250.000.000,-
Selain itu, penghasilan dari Ria juga merupakan objek pemotongan PPh Pasal 21 dari para pemberi kerja sebagai Bukan pegawai sesuai dengan Per-16/PJ/2016 dengan perhitungan PPh Pasal 21 sebagai berikut:
Bulan | Ph. Bruto | DPP | Rumus | PPh Ps. 21 | Pemotong |
Jan | Rp50.000.000 | 50% x 50.000.000 | 5% x 25.000.000 | 1.250.000 | PT. Nauli Kreasi |
Mei | Rp100.000.000 | 50% x 100.000.000 | 5% x 50.000.000 | 2.500.000 | PT. Indo Karya |
Agt | Rp175.000.000 | 50% x 175.000.000 | 5% x 50.000.000 | 8.125.000 | PT. Bintang Film |
15% x 37.500.000 | |||||
Nov | Rp175.000.000 | 50% x 175.000.000 | 5% x 50.000.000 | 8.125.000 | PT. Kreatif Jaya |
15% x 37.500.000 |
Sehingga PPh Pasal 21 yang dipotong adalah Rp. 20.000.000,- dan Ria berhak atas bukti potong PPh Pasal 21 yang akan menjadi kredit pajak dalam perhitungan PPh yang masih harus dibayar dalam pelaporan SPT Tahunan PPh Tama.
3. Sebagaimana halnya penghasilan Ria, penghasilan yang diperoleh Andi juga merupakan objek PPh yang dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto sekaligus juga merupakan objek pemotongan PPh Pasal 21. Oleh karenanya, dalam Penghitungan Penghasilan Netto sebagai berikut :
Rp. 5.000.000,- x 50% = Rp. 2.500.000
Bulan | Ph. Bruto | DPP | DPP Kumulatif | Rumus | PPh Pasal 21 |
Jul | Rp2.500.000 | 50% x Rp2.500.000 | 2.500.000 | 5% x 2.500.000 | Rp125.000 |
Sept | Rp2.500.000 | 50% x Rp2.500.000 | 2.500.000 | 5% x 2.500.000 | Rp125.000 |
Sehingga PPh Pasal 21 yang dipotong adalah Rp. 250.000,- dan Andi berhak atas bukti potong PPh Pasal 21 yang akan menjadi kredit pajak dalam perhitungan PPh yang masih harus dibayar dalam pelaporan SPT Tahunan PPh Tama
Dengan demikian, jumlah PPh Terutang yang harus dibayar Tama untuk Tahun Pajak 2019 adalah:
Atas penghasilan Tama | ||
PPh Final | Rp3.000.000 | |
Atas penghasilan Ria dan Andi | ||
Ph. Netto: 50% x 505.000.000 | Rp252.000.000 | |
PTKP (K/I/1) | Rp117.000.000 | |
Penghasilan Kena Pajak | Rp135.000.000 | |
PPh Terutang | ||
5% x 50.000.000 = 2.500.000 | ||
15% x 85.000.000 = 12.750.000 | Rp15.250.000 | |
Kredit Pajak | ||
PPh Pasal 21 Ria = 20.000.000 | ||
PPh Pasal 21 Andi = 250.000 | Rp20.250.000 | |
PPh Lebih Bayar | (Rp5.000.000) |
Sumber : www.pajak.go.id
Konsultasikan keluhan keuangan bisnis anda pada kami, siap membantu apapun kendala keuangan anda. Kami menyediakan berbagai macam jasa keuangan diantaranya :
- Jasa Pembukuan dan Jasa Akuntansi
- Jasa Penyusunan Laporan Keuangan
- Jasa Audit
- Jasa Konsultasi Manajemen & Keuangan
- Jasa Konsultasi Perpajakan / Pelayanan Pajak
- Penjualan Software Accounting & Kasir (POS) Offline dan Online
- Jasa Pelatihan (Training Akuntansi dan Software Akuntansi / Kasir)
KANTOR JASA AKUNTANSI BATAM
KANTOR KONSULTAN PAJAK BATAM
KONSULTAN PAJAK BATAM
KANTOR AKUNTAN PUBLIK BATAM
KONSULTAN KEUANGAN BATAM
SOFTWARE AKUNTANSI BATAM
SOFTWARE ACCOUNTING BATAM
SOFTWARE KASIR BATAM
SOFTWARE POS BATAM
PT. LADFANID KONSULTINDO BATAM
JASA PEMBUKUAN BATAM
JASA PERPAJAKAN BATAM
JASA AKUNTANSI BATAM