Konsultan Pajak Batam – Pada dasarnya manusia itu bersifat merusak dan ingin bebas. Manusia merasa senang saat melakukan perbuatan yang sewenang-wenangnya. Misalnya, minum minuman beralkohol, menggunakan uang yang bukan hasil jerih payahnya, menyakiti orang yang ia benci dan masih banyak lagi. Namun, karena Tuhan melekatkan nalar pada pikiran manusia, maka timbullah peraturan. Peraturan dibuat agar membatasi sifat “merusak” dari manusia. Tujuannya agar tidak merugikan orang lain.
Berbicara tentang sifat “merusak” dari manusia, tidak dapat dimungkiri walaupun sudah ada peraturan, terkadang manusia masih bisa lolos dari hukuman. Teringat kata Bang Napi, “Kejahatan terjadi bukan karena niat pelakunya, tetapi karena ada kesempatan, waspadalah, waspadalah!”
PPS, Si Seksi dari UU HPP
Sejak 1 Januari 2022, Direktorat Jenderal Pajak sudah membuka layanan elektronik PPS pada laman pajak.go.id. Sudah lama sejak Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) diundangkan, bab seksi yaitu Bab V Program Pengungkapan Sukarela Wajib Pajak (PPS) menjadi pusat perhatian.
PPS hadir bagai penghapus dosa. Kita boleh menikmatinya hanya dengan tebusan PPh final, lalu dosa-dosa kita terhapus. Caranya juga mudah, cukup kalikan tarif dengan harta bersih yang belum atau kurang diungkapkan, bayar PPh finalnya lalu lapor Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta (SPPH). Kalau mau bayarnya lebih murah, usaha sedikit dengan mengurus repatriasi harta luar negeri dan menginvestasikannya. Mudah bukan? Di mana lagi kita bisa dapat penghapus dosa yang tidak syirik seperti ini?
Namun, siapa yang tahu pikiran manusia? Bagaimana kalau ada manusia yang saking malasnya, tidak mau mengurus berkas-berkas penghapus dosa ini. Padahal PPS ini bagai flash sale, waktunya cukup singkat. Kita tahu rasa malas juga termasuk sifat “merusak” dari manusia.
Dua Alasan Harus Ikut PPS
Mungkin banyak di antara kita yang berpikiran bahwa kalau terlalu aktif nanti kita rugi sendiri. Kalau terlalu mengikuti pemerintah, tetapi yang melanggar tidak kena hukuman pasti rasanya kita satu-satunya orang yang dirugikan. Kalau terlalu penurut disuruh-suruh nanti kita terus yang dimanfaatkan. Bagaimana kalau pikiran ini juga diterapkan oleh calon peserta PPS? Diam-diam saja padahal punya harta yang belum dilaporkan, nanti kalau dilaporkan malah dikulik-kulik.
Bagi pemilik pikiran seperti di atas, bagaimana kalau DJP menawarkan keuntungan yang bisa membuatmu berubah pikiran. Berikut adalah manfaat yang bisa didapatkan jika mengikuti PPS.
- Terhindar dari sanksi
Namanya pembuat dosa, yang ditakutkan pasti azab. Kalau dalam peraturan yang ditakutkan pasti hukuman. Dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Pengampunan Pajak (UU TA), apabila DJP menemukan data dan/atau informasi mengenai harta wajib pajak yang diperoleh sejak 1 Januari 1985 sampai dengan 31 Desember 2015 yang belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, maka akan dikenakan sanksi administrasi perpajakan berupa kenaikan sebesar 200% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar atas tambahan harta tersebut. Fantastis ya sanksinya!
Belum lagi ditambah dengan PPh Final atas harta tambahan tersebut dengan tarif sesuai dengan PP-36 Tahun 2017. Yakin masih aman kalau ketahuan?
Itu untuk skema Kebijakan I. Untuk skema Kebijakan II, akan dikenakan sanksi administrasi bunga per bulan dan uplift factor 15% sesuai pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Itu hanya sanksi ya, untuk PPh atas harta tambahan dikenakan tarif sebesar 30%.
Semua sanksi-sanksi di atas akan sirna jika wajib pajak mengikuti program PPS ini dengan sejujur-jujurnya. Peserta PPS Kebijakan I tidak akan dikenakan sanksi fantastis pasal 18 ayat (3) UU TA. Cukup membayar tebusan dalam rentang 6%-11% saja. Jauh dari 200%? Peserta PPS Kebijakan II juga tidak akan diterbitkan surat ketetapan untuk kewajiban tahun pajak 2016-2020.
- Perlindungan data
Ketar-ketir tidak kalau data mengenai harta kekayaan kita disalahgunakan? Tentu saja. Namun tenang, data dan informasi yang dimuat dalam SPPH dan lampirannya diadministrasikan oleh Kementerian Keuangan atau pihak lain yang terkait dalam pelaksanaan UU HPP, tidak dapat dijadikan sebagai dasar penyelidikan, penyidikan, dan/atau penuntutan pidana terhadap wajib pajak.
Komitmen Harus Ditepati
Sampai di sini, mungkin Anda mulai yakin untuk ikut PPS karena alasan “beli payung dulu agar tidak kehujanan”. Namun, saat Anda “membeli payung”, pastikan Anda membayar payung tersebut dan merawatnya sebagai komitmen Anda yang ingin terlindung dari “hujan”.
Kalau sudah ikut sebagai peserta PPS, pastikan komitmen Anda sesuai dengan SPPH dijalankan dengan baik. Seperti yang kita tahu, ada tiga lapisan tarif di setiap skema kebijakan PPS, yaitu :
- tarif atas harta deklarasi luar negeri;
- tarif atas harta luar negeri repatriasi dan harta dalam negeri; dan
- tarif atas harta luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri yang diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) dan/atau kegiatan usaha sektor pengolahan sumber daya alam dan sektor energi terbarukan di dalam wilayah NKRI.
Dari kategori tarif di atas, tentu saja jika harta luar negeri direpatriasi apalagi diinvestasikan akan dikenakan tarif paling kecil. DJP memberikan batasan waktu sampai dengan 30 September 2022 untuk melakukan repatriasi dan 30 September 2023 untuk melakukan investasi dengan holding period selama lima tahun sejak diinvestasikan.
Bagaimana jika kita tidak menempati janji kita atau melakukan wanprestasi? Tentu saja akan ada sanksinya, sebagai berikut:
- Jika gagal investasi dan hanya repatriasi luar negeri/deklarasi dalam negeri akan dikenakan tambahan PPh final 3% jika mengaku sukarela atau 4,5% jika diterbitkan Surat Ketetapan untuk peserta skema Kebijakan I dan II;
- Jika gagal invetasi dan gagal repatriasi hanya deklarasi luar negeri akan dikenakan tambahan PPh final 6% jika mengaku sukarela atau 7,5% jika diterbitkan Surat Ketetapan untuk peserta skema Kebijakan I dan tambahan PPh final 6% jika mengaku sukarela atau 8,5% jika diterbitkan Surat Ketetapan untuk peserta skema Kebijakan II;
- Jika gagal repatriasi dan hanya deklarasi luar negeri akan dikenakan tambahan PPh final 4% jika mengaku sukarela atau 5,5% jika diterbitkan Surat Ketetapan untuk peserta skema Kebijakan I dan tambahan PPh final 5% jika mengaku sukarela atau 6,5% jika diterbitkan Surat Ketetapan untuk peserta skema Kebijakan II.
Namun, sederet sanksi di atas jangan dijadikan beban agar tidak ikut PPS. Pastikan semua dokumen bisa diurus dan komitmen bisa ditepati, lalu mantapkan hati untuk ikut PPS.
Sumber : www.pajak.go.id
Konsultasikan keluhan keuangan bisnis anda pada kami, siap membantu apapun kendala keuangan anda. Kami menyediakan berbagai macam jasa keuangan diantaranya :
- Jasa Pembukuan dan Jasa Akuntansi
- Jasa Penyusunan Laporan Keuangan
- Jasa Audit
- Jasa Konsultasi Manajemen & Keuangan
- Jasa Konsultasi Perpajakan / Pelayanan Pajak
- Penjualan Software Accounting & Kasir (POS) Offline dan Online
- Jasa Pelatihan (Training Akuntansi dan Software Akuntansi / Kasir)
KANTOR JASA AKUNTANSI BATAM
KANTOR KONSULTAN PAJAK BATAM
KONSULTAN PAJAK BATAM
KONSULTAN PAJAK BATAM
KONSULTAN PAJAK BATAM
KONSULTAN PAJAK KEPRI
KONSULTAN PAJAK KEPRI
KANTOR KONSULTAN PAJAK KEPRI
KANTOR KONSULTAN PAJAK KEPRI
KANTOR KONSULTAN PAJAK TANJUNG PINANG
KANTOR KONSULTAN PAJAK BINTAN
KONSULTAN PAJAK TANJUNG PINANG
KONSULTAN PAJAK BINTAN
KANTOR AKUNTAN PUBLIK BATAM
KONSULTAN KEUANGAN BATAM
SOFTWARE AKUNTANSI BATAM
SOFTWARE ACCOUNTING BATAM
SOFTWARE KASIR BATAM
SOFTWARE POS BATAM
PT. LADFANID KONSULTINDO BATAM
JASA PEMBUKUAN BATAM
JASA PERPAJAKAN BATAM
JASA AKUNTANSI BATAM