You are currently viewing PPS Bukan Amnesti Pajak Jilid 2

PPS Bukan Amnesti Pajak Jilid 2

Pemerintah telah mengundangkan peraturan terkait perpajakan pada 29 Oktober 2021 yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Dalam Bab V UU HPP mengatur tentang Program Pengungkapan Sukarela (PPS) wajib pajak. Program ini memiliki jangka waktu pelaksanaan dari tanggal 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022.

Sebelum keluarnya UU HPP, telah banyak beredar informasi bahwa akan adanya program amnesti pajak jilid ke-2 karena pada sebelumnya di tahun 2016 telah ada program pengampunan (amnesti) pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (UU Pengampunan Pajak).

Dan untuk diketahui bahwa program PPS ini berbeda dengan amnesti pajak yang telah ada sebelumnya. Apabila dibandingkan lebih dalam dapat diketahui banyak perbedaan yang ada, baik dari latar belakang, tarif, maupun teknis pelaksanaanya.

Dilansir dari pernyataan Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo yang mengatakan bahwa PPS yang akan dilaksanakan tahun 2022 berbeda dengan program Tax Amnesty tahun 2016 lalu. Yustinus menuturkan perbedaan Tax Amnesty dengan PPS terletak pada kondisi dan besaran tarifnya.

“Bedanya ada pada kondisi, ketika Tax Amnesty (tahun 2016), Dirjen Pajak tidak punya akses pada informasi. Maka dulu dilakukan rekonsiliasi, tarifnya rendah supaya mau ikut. Yang ikut siapa? Semua boleh ikut,” kata Yustinus dalam Sosialisasi UU HPP, di Denpasar, Bali pada 3 November 2021 lalu.

Latar Belakang

Merujuk pada UU HPP, diketahui bahwa salah satu tujuan diantaranya adalah meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak, dan hal ini tidak terdapat dalam tujuan dari UU Pengampunan Pajak. PPS merupakan suatu kesempatan bagi wajib pajak agar dapat meningkatkan kepatuhannya secara sukarela sehingga tidak dikenakan pengenaan pajak seperti aturan pada umumnya.

Indonesia mengikuti tren yang berlaku secara internasional yaitu pertukaran informasi keuangan secara otomatis atau automatic exchange of information (AEOI) dan tahun 2021 ini merupakan tahun ke-4 Indonesia mendapatkan informasi dari negara mitra. 

Di dalam negeri, sehubungan dengan pertukaran data tersebut pemerintah telah mengeluarkan payung hukum yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan Menjadi Undang-Undang. Sehingga dengan adanya penerapan pertukaran informasi ini maka pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki data terkait kegiatan ekonomi wajib pajak.

DJP juga sedang dalam proses melakukan reformasi sistem administrasinya sehingga data yang ada akan terintergrasi dan memudahkan kegiatan pengawasan bagi wajib pajak. Termasuk di dalam data yang akan diintegrasikan adalah data AEOI. Sedangkan untuk data yang ada di dalam negeri telah ada aturan bagi setiap kementerian/lembaga untuk menyampaikan data bagi kepentingan perpajakan.

Sistem yang sedang dibangun tersebut bernama program PSIAP (Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan) yang jadwal implementasinya direncanakan pada tahun 2024. Berkenaan dengan hal tersebut maka melalui UU HPP ini diberi kesempatan kepada wajib pajak sesuai kriteria yang ada agar dapat memanfaatkan PPS.

Hal lain yang menjadi pertimbangan terkait dengan program pengampunan pajak sebelumnya adalah masih adanya peserta yang gagal dalam melakukan repatriasi hartanya ke dalam negeri yang sebelumnya telah diungkapkan pada Surat Pernyataan Harta (SPH). Sehingga dengan PPS, wajib pajak diberikan kesempatan untuk melakukan repatriasi yang sebelumnya gagal.

Tarif

PPS wajib pajak dibagi menjadi dua kebijakan yaitu:

Kebijakan 1, bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan peserta pengampunan pajak terkait dengan aset per 31 Desember 2015 yang belum diungkap pada saat mengikuti program pengampunan pajak dengan tarif sebagai berikut:

  • 11% untuk deklarasi luar negeri;
  • 8% untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri;
  • 6% untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri, yang diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi/renewable energy.

Kebijakan 2, bagi Wajib Pajak Orang Pribadi terkait dengan aset perolehan 2016 s.d. 2020 yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan 2020, dengan tarif sebagai berikut:

  • 18% untuk deklarasi luar negeri;
  • 14% untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri;
  • 12% untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri, yang diinvestasikan dalam SBN/hilirisasi/renewable energy.

Berdasarkan data di atas dapat kita ketahui bahwa PPS ini memiliki tarif yang lebih tinggi apabila dibandingkan program pengampunan pajak sebelumnya dan wajib pajak yang mengikuti juga lebih terbatas. Akan tetapi, tarif PPS ini masih lebih rendah apabila dibandingkan dengan tarif umum yang berlaku berdasarkan UU HPP yaitu tarif Pajak Penghasilan (PPh) bagi Wajib Pajak Orang Pribadi pada Tahun Pajak 2022 dapat mencapai 35%.

Pelaksanaan

Wajib pajak yang berminat untuk ikut PPS ini akan diberikan kemudahan dalam pelaksanaannya. Pelaksanaan PPS ini direncanakan dapat dilakukan oleh wajib pajak secara online sehingga wajib pajak tidak perlu datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdaftar untuk antri dalan melakukan pengungkapan harta.

Tentunya hal ini sangat berbeda dengan program pengampunan pajak sebelumnya yaitu peserta harus datang ke KPP terdaftar sesuai dengan waktu pelayanan yang ada. Kemudahan ini diharapkan dapat membantu wajib pajak dalam melakukan pengungkapan hartanya dengan menyesuaikan waktu dan tempat yang dimiliki wajib pajak.

Dalam hal wajib pajak menemui kendala dalam mengikuti PPS ini maka dapat melakukan konsultasi dengan langsung datang ke bagian helpdesk di KPP terdaftar atau memanfaatkan fasilitas chat pada situs pajak.go.id atau juga dapat menghubungi Kring Pajak di nomor (021) 1500200.

Itulah beberapa hal yang membedakan antara PPS dengan program pengampunan pajak sebelumnya, sehingga dapat kita simpulkan bahwa PPS ini bukan merupakan amnesti pajak jilid ke-2. Ini adalah kesempatan yang diberikan kepada wajib pajak untuk melakukan pengungkapan secara sukarela sebelum DJP memanfaatkan data yang masuk dari semua pihak.

Perbaikan sistem informasi dan regulasi sangat membantu untuk penguatan institusi DJP yang pada akhirnya dapat meningkatkan penerimaan pajak yang mana bertujuan untuk pembangunan dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat seluruh Indonesia.

Pajak Kuat Indonesia Maju.

Sumber : www.pajak.go.id

Konsultasikan keluhan keuangan bisnis anda pada kami, siap membantu apapun kendala keuangan anda. Kami menyediakan berbagai macam jasa keuangan diantaranya :

  1. Jasa Pembukuan dan Jasa Akuntansi
  2. Jasa Penyusunan Laporan Keuangan 
  3. Jasa Audit
  4. Jasa Konsultasi Manajemen & Keuangan
  5. Jasa Konsultasi Perpajakan / Pelayanan Pajak
  6. Penjualan Software Accounting & Kasir (POS) Offline dan Online
  7. Jasa Pelatihan (Training Akuntansi dan Software Akuntansi / Kasir)

KANTOR JASA AKUNTANSI BATAM
KANTOR KONSULTAN PAJAK BATAM
KONSULTAN PAJAK BATAM
KONSULTAN PAJAK BATAM
KONSULTAN PAJAK BATAM
KONSULTAN PAJAK KEPRI
KONSULTAN PAJAK KEPRI

KANTOR KONSULTAN PAJAK KEPRI
KANTOR KONSULTAN PAJAK KEPRI
KANTOR KONSULTAN PAJAK TANJUNG PINANG
KANTOR KONSULTAN PAJAK BINTAN
KONSULTAN PAJAK TANJUNG PINANG
KONSULTAN PAJAK BINTAN

KANTOR AKUNTAN PUBLIK BATAM
KONSULTAN KEUANGAN BATAM
SOFTWARE AKUNTANSI BATAM
SOFTWARE ACCOUNTING BATAM
SOFTWARE KASIR BATAM
SOFTWARE POS BATAM
PT. LADFANID KONSULTINDO BATAM
JASA PEMBUKUAN BATAM
JASA PERPAJAKAN BATAM
JASA AKUNTANSI BATAM

Leave a Reply